JAKARTA, iNewsTemanggung.id - Orang itu bernama Tadashi Yanai, orang terkaya di Jepang dengan kekayaan mencapai Rp 585 triliun. Meskipun memiliki kekayaan yang melimpah, dia tetap rendah hati dalam kehidupannya. Bahkan, hanya memiliki dua baju dalam lemari pakaiannya.
Harus dicatat bahwa Tadashi Yanai adalah seorang konglomerat yang memiliki jaringan toko pakaian terkenal, yaitu Uniqlo. Sejak kecil, dia telah hidup dalam kesejahteraan. Ayahnya memiliki toko pakaian pria bernama Ogori Shoji di Ube, Yamaguchi, Jepang. Berkat dukungan tersebut, dia dapat melanjutkan pendidikan hingga mencapai tingkat universitas.
Walaupun sebagai pewaris bisnis keluarga, pada awalnya, pada tanggal 7 Februari 1949, Tadashi Yanai tidak langsung terlibat dalam mengelola toko Ogori Shoji.
Sebaliknya, ia memulai karirnya sebagai sales di Supermarket Jusco selama setahun sebelum akhirnya keluar karena tekanan dari ayahnya. Barulah pada tahun 1984, dia memutuskan untuk benar-benar terlibat dan mengembangkan toko pakaian milik ayahnya.
Sejarah Nama Uniqlo
Langkah ambisius Yanai ini diikuti dengan pembukaan toko pakaian bernama Unique Clothing Warehouse, yang kemudian disingkat menjadi Uniqlo. Uniqlo secara khusus fokus pada penjualan pakaian olahraga dari merek-merek terkenal asal Amerika Serikat seperti Nike dan Adidas.
Mengingat minat masyarakat Jepang pada produk Amerika Serikat saat itu, Uniqlo yang menawarkan barang dengan harga terjangkau pun menjadi sangat diminati.
Akibatnya, Uniqlo telah menjamur di seluruh Jepang. Secara singkat, gerai Uniqlo berubah nama dari Uniclo karena kesalahan staf menulis nama toko di Hong Kong.
Ternyata, perubahan nama tersebut membawa berkah. Uniqlo menyebar dengan cepat seperti virus dan dalam waktu singkat, pada tahun 1998, sudah memiliki lebih dari 300 gerai.
Meskipun begitu, Tadashi Yanai tidak puas. Dia tidak ingin Uniqlo hanya menjadi penjual barang dari perusahaan lain. Ia bermimpi agar Uniqlo dapat menjadi seperti H&M, Marks & Spencer, Esprit, dan merek Eropa lain yang memproduksi pakaian mereka sendiri. Yanai kemudian berkonsultasi dengan John Jay, seorang pakar periklanan, seperti yang dikutip dari situs ABC.
Menurut Jay, Uniqlo sebaiknya fokus pada pembuatan baju yang ditujukan khusus untuk orang Asia. Sementara merek Eropa lain melayani pasar Eropa, Uniqlo harus menghasilkan pakaian yang sesuai dengan karakteristik Asia. Selain itu, mereka diharuskan menggunakan teknologi yang membuat pengguna merasa nyaman.
Berdasarkan saran tersebut, Uniqlo kemudian menghasilkan tiga jenis produk baju: pakaian sangat ringan (lightweight), pakaian untuk cuaca dingin dan menjaga suhu tetap hangat (heat tech), serta pakaian yang nyaman (airism). Kejutan terjadi ketika ketiga jenis produk tersebut laris di pasar Asia.
Bagi orang Asia yang aktif, mereka membeli kategori lightweight. Di Indonesia, penduduk tropis memilih produk airism. Begitu juga untuk penduduk Asia yang tinggal di daerah beriklim dingin, mereka memilih heat tech.
Ketiga kategori inilah yang menjadi kunci keberhasilan penjualan Uniqlo. Berkat inovasi ini, Uniqlo kini memiliki 2.394 gerai di seluruh dunia, dengan 63 toko di Indonesia. Semua ini berada di bawah Fast Retailing.Co, kepemilikan Yanai.
Dengan suksesnya bisnis Uniqlo, Tadashi Yanai kini diakui oleh Forbes sebagai orang terkaya nomor satu di Jepang, dan menempati peringkat ke-35 di Bloomberg International Index sebagai orang terkaya di dunia. Total kekayaannya mencapai US$ 38,6 miliar atau sekitar Rp 585 triliun.
Menariknya, menurut CEO Magazine, Tadashi Yanai juga mengikuti tren kesederhanaan berpakaian ala bos Facebook Mark Zuckerberg atau bos Microsoft Bill Gates. Dalam aktivitas sehari-hari, dia hanya memiliki dua baju di lemari pakaiannya, yakni wol Merino berwarna biru tua senilai US$15, dan jumper serta setelan biru hasil kolaborasi Uniqlo dengan desainer Jerman Jil Sander.
Editor : M Wali