Curhatan Santri Korban Bullying di Temanggung Gegerkan Media Sosial

TEMANGGUNG, iNewsTemanggung.id - Kasus dugaan bullying dan kekerasan terjadi di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Temanggung. Curhatan seorang santri putri korban bullying itu menjadi viral setelah diunggah melalui akun Instagram @kejadiantemanggung. Video tersebut mendapatkan respons luas dari masyarakat, dengan total 9.344 likes dan 1.071 komentar dari netizen.
Dalam video yang diunggah, santri tersebut menceritakan bahwa aksi bullying terjadi pada 29 April 2025. Saat itu, ia tengah sakit selama satu minggu di pondok hingga akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya semakin parah.
"Saya di rumah sakit selama tiga hari. Ketua kamar saya tidak percaya kalau saya sakit," ungkap santri tersebut dalam curhatannya.
Setelah keluar dari rumah sakit dan kembali ke pondok, ia mengaku disidang oleh ketua kamar. Pada saat itulah aksi bullying dan kekerasan terjadi.
"Saya dilempar pakai buku novel, ditampar, dan dipukul," katanya.
Ibunda korban, Mamik Soyanita, membenarkan cerita tersebut. Ia menjelaskan bahwa putrinya ditampar dan dilempar buku oleh ketua kamar hanya karena tidak dipercaya sedang sakit. Selain putrinya, dua santriwati lain juga diduga mengalami perlakuan serupa.
“Anak saya tidak melakukan kesalahan apa pun, cuma ketua kamar tidak percaya bahwa anak saya benar-benar sakit,” ujar Mamik.
Mamik menceritakan bahwa pada 24 April 2025 dini hari, pihak pondok memberitahunya bahwa putrinya mengalami sesak napas dan harus opname, namun masih dalam pengawasan pengurus kamar.
Ia pun langsung menuju RSUD Kabupaten Temanggung dan mendapati putrinya dalam kondisi sakit parah hingga harus dirawat selama tiga hari.
Pada 27 April sore, Mamik mengantar kembali putrinya ke pondok. Namun, menurutnya, pengurus kamar tetap kurang memperhatikan kondisi anaknya.
Karena harus melakukan kontrol ke rumah sakit, putrinya sempat dijemput lagi sebelum akhirnya dikembalikan ke pondok.
“Ternyata setelah itu terjadi kejadian anak saya ditampar dan dilempar buku. Anak saya menelepon minta pulang karena merasa sakit,” kata Mamik.
Setiba di rumah, putrinya menangis dan enggan berbicara, menunjukkan tanda-tanda trauma berat. Beberapa hari kemudian, barulah ia mau menceritakan kejadian yang dialaminya di pondok.
“Anak saya sampai sekarang masih trauma. Padahal harapan saya memondokkan di dekat rumah supaya anak saya jadi penghafal Al-Qur’an,” tuturnya.
Mamik menambahkan, selama ini putrinya belajar dan mengaji dengan baik di pondok, sehingga ia merasa heran putrinya mendapat perlakuan seperti itu.
Ia berharap kejadian ini menjadi pelajaran berharga agar pihak pondok lebih memperketat pengawasan dan memastikan perlindungan terhadap seluruh santri.
Editor : Redaksi