Menurutnya, tindakan BBWS terkesan gegabah karena tidak mempertimbangkan dampak sosial terhadap warga sekitar yang sudah bertahun-tahun bergantung pada jembatan tersebut.
"Kalau menutup, dipikirkan dong dampak terhadap masyarakat sini yang orang kerja. Sekarang aja pemerintah gencar UMKM, sekarang yang kerja 40 orang belum keluarga, anak dari mana? Apa suruh ngegarong anak buah saya, suruh ngerampok? Nah itu logika aja, enggak sembarangan," keluh Haji Endang.
Ia juga menegaskan bahwa jika BBWS tetap bersikeras membongkar jembatan miliknya, ia bersama warga akan melakukan perlawanan.
"Ketawa aja, enggak ada kerjaan. Kalau tetap dibongkar masyarakat bertindak di sini, (BBWS) dasarnya apa, kan menghidupi masyarakat sini," katanya.
Jembatan perahu milik Haji Endang dibangun pada tahun 2010 dan menghubungkan dua desa yang dipisahkan Sungai Citarum.
Jembatan tersebut terdiri atas 10 perahu ponton yang dirangkai dengan jarak sekitar 1,5 meter antara satu dengan yang lain.
Di atas perahu-perahu tersebut dipasang alas berbahan besi, sehingga memungkinkan kendaraan bermotor untuk melintas seperti di jalan biasa.
Omzet Capai Rp 20 Juta per Hari
Jembatan ini menjadi jalur favorit warga, terutama para pekerja, karena dapat menghemat waktu tempuh menuju sejumlah kawasan industri di Kecamatan Ciampel, Karawang.
Warga yang melintasi jembatan dikenakan tarif Rp 2 ribu untuk sepeda motor.
Jembatan perahu ini sempat viral di media sosial karena omzet yang dihasilkan mencapai sekitar Rp 20 juta per hari.
Pendapatan tersebut digunakan untuk biaya perawatan jembatan dan pembayaran upah kepada sekitar 40 orang karyawan yang dipekerjakan.
Editor : Redaksi